KRI Kakap dibangun di PT. PAL.
25 Maret 2011, Jakarta -- (TEMPO Interaktif): Sejumlah negara tetangga memutuskan untuk membeli pesawat dan kapal buatan Indonesia, yang dijajakan dalam Asia-Pacific Defence and Security Expo. Pameran itu adalah bagian dari Jakarta International Defense Dialogue (JIDD) yang berlangsung di Balai Sidang Jakarta sejak Rabu (23/3) lalu dan ditutup hari ini, Jumat 25 Maret 2011.
"(Hasilnya) positif sekali, saya lihat ini berhasil," ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro usai penutupan JIDD di Balai Sidang Jakarta, hari ini.
Purnomo mencontohkan, negara tetangga Timor Leste sudah memesan kapal-kapal patroli cepat. Filipina akan membelanjakan anggaran pertahanannya untuk kapal jenis landing platform dock. Sedangkan Filipina juga memerlukan kapal operasional keamanan dan bencana.
Adapun Papua Nugini telah menyatakan ingin membeli pesawat N-235 dari PT Dirgantara Indonesia. Perwakilan negara itu juga akan bertandang ke pabriknya di Bandung. "Mereka dulu beli (pesawat) Casa dari Spanyol, saya bilang kenapa jauh-jauh, beli saja di sini," ucapnya.
Namun, Purnomo tak mengungkapkan berapa nilai pembelian tersebut dan kapan pembayaran bakal disetor.
Pemerintah Didesak Selaraskan Teknologi dalam Pembelian Senjata
Pemerintah didesak mensinergikan teknologi lokal dalam pembelian alat utama sistem persenjataan dari luar negeri. Soalnya, industri pertahanan domestik dinilai belum mampu untuk menopang kebutuhan pertahanan yang bersifat teknologi tinggi.
Desakan itu datang dari Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Firmanzah dalam Jakarta International Defense Dialogue di Balai Sidang Jakarta, Kamis (24/3). "Indonesia sudah pengalaman dengan pembelian pesawat F-16 dan Sukhoi. Tetapi bagaimana memasukkannya dalam industri pertahanan kita sendiri?" ujarnya.
Ia menyatakan pemerintah harus memperhitungkan kesiapan industri dalam negeri untuk menanggung beban teknologi dalam offset pembelian alutsista. Dia berpendapat kemampuan teknologi yang dimiliki Indonesia belum mampu menanggung teknologi tingkat tinggi.
Hal utama yang harus dilakukan, katanya, ialah mengaitkan industri tingkat tinggi dengan yang menengah dan kecil. Firmanzah yakin peningkatan teknologi dalam industri pertahanan tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Maka, sinergi teknologi tetap harus dilakukan pemerintah.
"Offset kini telah menjadi tren di Kementerian Pertahanan. Makanya perlu dipikirkan juga soal kekuatan dan melakukan sinergi," ucapnya.
Sumber: TEMPO Interaktif
25 Maret 2011, Jakarta -- (TEMPO Interaktif): Sejumlah negara tetangga memutuskan untuk membeli pesawat dan kapal buatan Indonesia, yang dijajakan dalam Asia-Pacific Defence and Security Expo. Pameran itu adalah bagian dari Jakarta International Defense Dialogue (JIDD) yang berlangsung di Balai Sidang Jakarta sejak Rabu (23/3) lalu dan ditutup hari ini, Jumat 25 Maret 2011.
"(Hasilnya) positif sekali, saya lihat ini berhasil," ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro usai penutupan JIDD di Balai Sidang Jakarta, hari ini.
Purnomo mencontohkan, negara tetangga Timor Leste sudah memesan kapal-kapal patroli cepat. Filipina akan membelanjakan anggaran pertahanannya untuk kapal jenis landing platform dock. Sedangkan Filipina juga memerlukan kapal operasional keamanan dan bencana.
Adapun Papua Nugini telah menyatakan ingin membeli pesawat N-235 dari PT Dirgantara Indonesia. Perwakilan negara itu juga akan bertandang ke pabriknya di Bandung. "Mereka dulu beli (pesawat) Casa dari Spanyol, saya bilang kenapa jauh-jauh, beli saja di sini," ucapnya.
Namun, Purnomo tak mengungkapkan berapa nilai pembelian tersebut dan kapan pembayaran bakal disetor.
Pemerintah Didesak Selaraskan Teknologi dalam Pembelian Senjata
Pemerintah didesak mensinergikan teknologi lokal dalam pembelian alat utama sistem persenjataan dari luar negeri. Soalnya, industri pertahanan domestik dinilai belum mampu untuk menopang kebutuhan pertahanan yang bersifat teknologi tinggi.
Desakan itu datang dari Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Firmanzah dalam Jakarta International Defense Dialogue di Balai Sidang Jakarta, Kamis (24/3). "Indonesia sudah pengalaman dengan pembelian pesawat F-16 dan Sukhoi. Tetapi bagaimana memasukkannya dalam industri pertahanan kita sendiri?" ujarnya.
Ia menyatakan pemerintah harus memperhitungkan kesiapan industri dalam negeri untuk menanggung beban teknologi dalam offset pembelian alutsista. Dia berpendapat kemampuan teknologi yang dimiliki Indonesia belum mampu menanggung teknologi tingkat tinggi.
Hal utama yang harus dilakukan, katanya, ialah mengaitkan industri tingkat tinggi dengan yang menengah dan kecil. Firmanzah yakin peningkatan teknologi dalam industri pertahanan tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Maka, sinergi teknologi tetap harus dilakukan pemerintah.
"Offset kini telah menjadi tren di Kementerian Pertahanan. Makanya perlu dipikirkan juga soal kekuatan dan melakukan sinergi," ucapnya.
Sumber: TEMPO Interaktif